Rabu, 24 November 2010

Mau Dong Ikut Ketularan Demam-nya!

Pengin ikut ketularan virus juga? Nah. Ini ada beberapa hal yang harus diperhatkan untuk bisa ketularan virus fixed gear. Nggak mudah, tapi juga nggak sulit. Sederhana, tapi penuh kontemplasi.

Komitmen Lah. Syarat pertama bukannya bisa naik sepeda? Iya. Selain itu, ada yang lebih penting lagi, yaitu komitmen.
Komitmen di sini berkaitan seberapa perhatiankah kita pada kemampuan kita sendiri. Mawas diri, lah. Memang sih, salah satu daya tarik fixed gear adalah kesan minimalis yang didapat dari minimnya komponen yang terpasang, tapi kalau handling skill nggak terlalu mumpuni, ya jangan berani-beraninya ikut-ikutan nggak pakai rem. Ingat, freewheel diciptakan untuk mengurangi resiko bahaya yang terdapat di sepeda fixed gear, jadi kesimpulannya adalah sepeda fixed gear lebih berbahaya dibanding sepeda “biasa” yang menggunakan freewheel.

Pasanglah rem. Minimal depan. Urusan nantinya terpakai atau tidak, itu belakangan. Pokoknya ada dulu. Nanti, bila suatu hari skill dirasa sudah cukup mumpuni, terserah kalau itu rem mau dilepas. Tapi ingat, lakukan dengan pertimbangan matang dan rasa tanggung jawab. Bila sudah berkomitmen untuk melepas rem, segala yang terjadi setelahnya adalah tanggung jawab sendiri.
Selanjutnya, beda sama sepeda “biasa” yang mungkin udah ada di garasi atau di ruang tamu yang bisa ganti rasio gigi sesuai kebutuhan, di sepeda fixed gear cuma ada satu percepatan. Ya itu, rasio yang merupakan perbandingan antara ukuran chainring dan cog yang kita pilih. Apapun medannya, tanjakan atau turunan, macet atau lancar, kita akan terikat di pilihan rasio itu. Makanya pemilihan rasionya harus disesuaikan dengan kebutuhan, dan kemampuan.

Terus, ukurannya jadi berapa? Biasanya untuk penggunaan jalan raya, rasio yang bisa dipakai adalah 65 gear inches. Untuk ukuran roda 700c, bisa gunakan chainring 46 mata, dipadu cog 18 mata. Kalau terasa terlalu enteng? Ya sudah, dibuat lebih berat saja, dengan memperbesar ukuran chainring atau memperkecil ukuran cog. Begitu pula sebaliknya.

Sepedanya
Ya iya lah. Pertanyaannya, sepeda fixed gear itu perlu sepeda khusus nggak sih?
Dikembalikan lagi pada definisi dasarnya, maka terlihat bahwa sebenarnya hampir semua sepeda bisa dijadikan sepeda fixed gear. Entah itu road bike, MTB, hybrid, sepeda lipat, BMX, sebut aja deh. Soalnya, inti ke-fixed gear-an sebuah sepeda adalah di sistem penggeraknya, khususnya hub belakang yang fixed alias nggak punya mekanisme freewheel.

Lalu kenapa sepeda fixed gear identik dengan ban kurus 700c serta geometri track bike atau road bike? Jawabannya, dulunya sepeda fixed gear berangkat dari kultur track bike, dalam hal ini sepeda track yang dipakai di jalanan. Sebenarnya ada pertimbangan lain juga, yaitu karena ban kurus 700c dan geometri road/track bike itu sesuai dengan medan yang dihadapi, dalam hal ini jalanan di lingkungan urban. Logikanya, kalau kita cuma punya satu pilihan rasio gigi, tentunya kita ingin sepeda kita jadi seefisien mungkin, dong. Roda yang kurus itu akan membuat rolling resistance ke aspal jadi minimal, sehingga tenaga yang kita keluarkan tidak terbuang percuma.

Jadi kalau misalnya kita mau mengubah MTB jadi fixed gear? Nggak masalah, bisa-bisa aja. Bahkan setelah dijadikan fixed gear, MTB itu masih bisa dipakai off-road, kok.

Teknik/Skill
Terkait resiko bahayanya, maka jangan lupa pakai peralatan keselamatan. Helm yang bagus, sepatu, dan lain-lain. Ingat, menggunakan helm tidak mengurangi resiko terjadinya kecelakaan, tapi mengurangi resiko akibat cedera kecelakaan.
Pertanyaan klasik tiap kali melihat sepeda fixed gear tanpa rem: ngeremnya gimana? Nah. Pengereman pada sepeda fixed gear yang brakeless, sepenuhnya mengandalkan kekuatan kaki untuk menahan putaran roda belakang. Ada beberapa teknik, tapi teknik dasarnya ya itu.

Kedengaran lebih mudah diucapkan daripada dilakukan? Memang iya. Terutama pada kecepatan tinggi, di mana momentum putaran roda belakang sudah terlalu besar untuk ditahan kaki. Dalam kondisi ini ada kemungkinan kaki terlepas dari pedal, dan itu sangat bahaya karena ada kemungkinan betis atau kaki “ditabok” pedal atau crank arm dari belakang. Untuk menghindarinya, maka penggunaan foot retention atau mekanisme untuk menjaga agar kaki tetap berada di pedal adalah sangat penting. Bentuknya bisa toe clip/straps atau tali pedal yang biasa ditemui di road bike jaman dulu, atau pasangan sepatu dan pedal clipless.
Selanjutnya, berbelok. Karena pedal akan ikut berputar seiring putaran roda belakang, maka saat kita memiringkan sepeda saat berbelok, tak ada kesempatan untuk menjaga pedal agar tetap berada di posisi jam 3 dan jam 9. Dengan kata lain ada resiko pedal mentok ke aspal (pedal strike), terutama pada sepeda fixed gear yang dibangun dari rangka road bike, yang biasanya bottom bracket shell-nya lebih dekat ke aspal dibanding track bike. Resiko lain, pedal bisa juga mentok ke roda depan saat berbelok patah (toe overlap). Lagi-lagi biasanya terjadi pada sepeda fixed gear yang merupakan konversi dari road bike, yang punya jarak sumbu roda lebih pendek dibanding track bike.

Tapi apakah naik fixed gear sesulit itu? Nggak juga, sih. Bisa dipelajari. Dan ingat, selama proses belajar itu, jangan ngelepas rem dulu. Atau cuma pakai rem belakang, itu sih sama aja bohong. Untuk memberhentikan sepeda secara efektif, nggak ada yang mengalahkan dahsyatnya rem depan. Biasakan juga untuk mengasah kemampuan untuk memprediksi jalur yang akan diambil di tengah lalu lintas jalan raya, untuk menghindari keharusan berbelok patah.

Kalau sudah ketemu selahnya, bersiaplah untuk jadi kecanduan bila sudah mulai bisa menikmati sensasi bersepeda fixed gear.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar